Rabu, 29 Mei 2013

TUGAS SOFTSKILL 3

Pengertian Kewargaranegaraan Dan Pewarganegaraan

            Kewarganegaraan ialah setiap orang yang menurut undang-undang kewarganegaraan termasuk warga negara. Berdasarkan pada pasal berdasar UUD pasal 26 dinyatakan sebagai warga negara adalah sebagai berikut:
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2. Seseorang dapat menjadi kewarganegaraan negara Indonesia karena faktor-faktor sebagai berikut :
v  Karena kelahiran.
v  Karena pengangkatan.
v  Karena dikabulkannya permohonan.
v  Karena pewarganegaraan.
v  Karena perkawinan.
v  Karena turut ayah dan atau ibu

3. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang undangan dan atau berdasarkan perjanjian pemerintah RI dengan negara lain sebelum UU ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia.
            Adapun bukti menjadi warga negara adalah sebagai berikut :
a.       Akta kelahiran 
b.      Surat bukti kewarganegaraan (kutipan pernyataan sah buku catatan pengangkatan anak asing)
c.       Surat bukti kewarganegaraan (petikan keputusan Presiden) karena permohonan atau pewarganegaraan.
       Pewarganegaraan disini dibedakan menjadi dua, yakni :

1. Pewarganegaraan aktif : seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara.
2. Pewarganegaraan pasif : seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu negara atau tidak mau diberi atau dijadikan WN suatu negara maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi (menolak pewarganegaraan).

Asas dan Unsur Kewarganegaraan 
a.       Azaz Kewarganegaraan
           Ada dua macam sisi azaz kewarganegaraan yaitu :
1. Dari sisi kelahiran :
- Ius soli    : pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran
- Ius sanguinis : berdasarkan darah atau keturunan
2. Dari sisi perkawinan : asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat serta paradigma keluarga sebagai inti masyarakat yang tidak terpecah dan paradigma kesamaan kedudukan suami-isteri
                                                                                                                                               
b.      Unsur Kewarganegaraan
Unsur yang menentukan kewarganegaraan : 
1. Unsur darah keturunan (Ius Sanguinis).
2. Unsur daerah tempat kelahiran (Ius Soli).

             Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah
1.      setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI 
2.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI 
3.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya 
4.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut 
5.      anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI 
6.      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI 
7.      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8.      anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9.      anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui 
10.  anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya 
11.  anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan 

12.  anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. 

TUGAS SOFTSKILL 2

2. POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA

Negara yang kita cintai ini Republik Indonesia adalah negara yang kaya dengan segala keuntungan geografisnya. Negara yang mempunyai penduduk yang banyak, serta sumber daya alam yang melimpah ini sebenarnya mampu menjadi negara maju yang mandiri. Dalam bahasan kali ini akan dibahas bagaimana Indonesia mempunyai potensi geografis yang sangat strategis.
KONDISI GEOGRAFIS
Indonesia memiliki bentang alam atau bentuk permukaan bumi yang ada di daratan berbeda-beda. Ada yang disebut dataran tinggi, dataran rendah danpantai. Daerah-daerah tersebut tentunya dapat diketahui dari letak suatu wilayah, antara lain sebagai berikut:
1.                  Posisi daerah tersebut terhadap tempat atau daerah lain.
2.                  Kehidupan penduduk yang ada di daerah tersebut.
3.                  Latar belakang sejarah dan pengaruh yang pernah ada atau akan ada terhadap daerah tersebut.
Untuk lebih memahami kondisi geografis Indonesia tentunya kita akan mempelajari juga hal-hal yang mempengaruhinya, yaitu: letak fisiografis dan letak sosiografis.
Letak Fisiografis
Letak fisiografis adalah letak suatu tempat berdasarkan segi fisiknya, seperti dari segi garis lintang dan garis bujur, posisi dengan daerah lain, batuan yang ada dalam bumi, relief permukaan bumi, serta kaitannya dengan laut. Letak fisiografis ini meliputi:
a.      Letak astronomis
Letak astronomis Indonesia: 6°.08′LU – 11°.15′LS dan 95°.45′BT – 141°.05‘BT. Letak astronomis ini mengakibatkan Indonesia mengalami iklim tropis yang sangat membawa keuntungan bagi negara Indonesia. Keuntungan yang didapat oleh Indonesia dengan posisi / letak astronomis tersebut adalah memiliki curah hujan yang tinggi dan penyinaran matahari sepanjang tahun. Lahan-lahan pertanian sangat tergantung dengan curah hujan yang tinggi dan penyinaran matahari, sehingga dapat memberikan kesuburan pada lahan pertanian. Dengan demikian memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain itu, wilayah Indonesia juga banyak terjadi penguapan sehingga kelembapan udara cukup tinggi. Hal ini sangat menguntungkan bangsa Indonesia untuk bercocok tanam ataupun beraktivitas dalam segala bidang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Batas wilayah Indonesia berdasarkan letak astronomis:
·                     Wilayah Indonesia paling utara adalah Pulau We, yang terletak pada 6°.08′LU.
·                     Wilayah Indonesia paling selatan adalah Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur terletak pada 11°.15′LS.
·                     WIlayah Indonesia yang paling barat yaitu pulau We di ujung utara Pulau Sumatera pada 95°.45′BT
·                     Wilayah Indonesia paling timur adalah Kota Merauke terletak pada 141°.05′BT.
Wilayah Indonesia terbagi atas tiga wilayah waktu, yaitu Waktu Indonesia Barat (WIB) GMT +7, Waktu Indonesia Tengah (WITA) GMT +8, dan Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT) GMT +9.

b.      Letak geografis
Letak geografis, yaitu letak suatu tempat dilihat dari kenyataannya di muka bumi atau letak suatu tempat dalam kaitannya dengan daerah lain disekitarnya. Letak geografis disebut juga letak relatif, disebut relatif karena posisinya ditentukan oleh fenomena-fenomena geografis yang membatasinya, misalnya gunung, sungai, lautan, benua dan samudra.
Secara geografis wilayah Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra, yaitu Benua Asia dengan Benua Australia. Sedangkan samudra yang membatasi adalah Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Letak geografis ini sangat berpengaruh terhadap keberadaan wilayah Indonesia, baik dilihat dari keadaan fisik dan sosial maupun ekonomi dan politik.

c. Letak geologis
Letak geologis ialah letak suatu daerah atau negara berdasarkan struktur batu-batuan yang ada pada kulit buminya. Letak geologis Indonesia dapat terlihat dari beberapa sudut, yaitu dari sudut formasi geologinya, keadaan batuannya, dan jalur-jalur pegunungannya. Dilihat dari jalur-jalur pegunungannya, Indonesia terletak pada pertemuan dua rangkaian pegunungan muda, yakni rangkaian Sirkum Pasifik dan rangkaian Sirkum Mediterania. Oleh karena itu, di Indonesia:
1.                  Terdapat banyak gunung berapi yang dapat menyuburkan tanah.
2.                  Sering terjadi gempa bumi.
3.               Terdapat bukit-bukit tersier yang kaya akan barang tambang, seperti minyak bumi, batu bara dan bauksit.
d. Letak geomorfologis
Letak geomorfologis, yaitu letak suatu tempat berdasarkan tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan air laut atau dilihat dari bentuk permukaan bumi. Letak geomorfologis Indonesia sangat bervariasi. Perbedaan letak geomorfologis mempunyai pengaruh yang bermacam-macam, misalnya:
1.                  Adanya suhu yang berbeda-beda sangat berpengaruh terhadap jenis tanaman
2.                  Menentukan ada tidaknya mineral-mineral yang dikandung oleh batuan tersebut
3.                  Menentukan kepadatan penduduk, misalnya tempat-tempat yang morfologi daratannya berbukit atau terjal kepadatan penduduknya kecil
4.                  Perlu memperhitungkan morfologi daerah sebelum membangun bangunan-bangunan, jembatan-jembatan, gedung-gedung, dan jalan-jalan raya.

Dari bahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia adalah negeri penuh kelebihan. Dengan geografis yang strategis tersebut maka Indonesia mampu memaksimalkan berbagai keuntungan untuk mensejahterakan rakyatnya, hanya saja harus ada pengawasan intensif akan hal itu agar tidak terjadi kerugian negara atas keserakahan oknum.

TUGAS SOFTSKILL

1. PERBATASAN WILAYAH NEGARA RI PRJANJIAN 
DAN 
PERMASALAHAN YANG ADA
Daerah perbatasan di Indonesia terdiri dari daerah perbatasan darat dan perbatasan laut termasuk daerah yang terdapat pulau - pulau terkecil. Sebenarnya di tinjau dari nilai strategis dan potensi kebanyakan daerah perbatasan di Indonesia, mereka mempunyai keunggulan dan keunikan tersendiri. Daerah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi sumberdaya alam yang besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara.
Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, antara benua Asia dan benua Australia, dan pada pertemuan dua rangkaian pegunungan, yaitu Sirkum Pasifik dan SirkumMediterranean. Indonesia memiliki garis pantai sekitar 81.900 kilometer dan wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara seperti Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasan, baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini.
Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan penyelesaian masalah garis batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga dengan semangat good neighboorhood policy atau semangat kebijakan negara bertetangga yang baik, seperti :

1.      Indonesia-Malaysia
Kedua belah pihak bersepakat (kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo). Pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia – Malaysia kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969, tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal tersebut membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut.
Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritime yang secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati Pulau Sebatik. Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970.
Indonesia melihatnya sebagai usaha secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah Pulau Sipadan dan Ligitan, juga berada di blok Ambalat, dinyatakan sebagai bagian dariMalaysia oleh Mahkamah Internasional.
Batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia ditarik dari dekat Singapura dan berakhir di dekat Pulau Batu Mandi di Selat Malaka. Artinya tidak ada batas perairan yang berupa batas laut wilayah antara Malaysia dan Indonesia setelah Pulau Batu Mandi ke arah Barat Laut di Selat Malaka. Yang ada hanyalah batas landas kontinen yang ditetapkan pada tahun 1969. Batas landas kontinen, sesuai dengan hukum laut internasional, merupakan batas yang memisahkan dasar laut dua atau lebih negara. Batas landas kontinen tersebut tidak mengatur batas tubuh air. Sehingga secara umum, batas landas kontinen ini berlaku dalam hal pengelolaan lapisan di bawah laut (dasar laut) yang biasanya digunakan untuk pertambangan lepas pantai (off shore).
Masalah yang sering terjadi :


Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.

2.      Indonesia-Singapura
Batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura ditentukan atas dasar hukum internasional. Perjanjian ini didasari atas Konvensi PBB Tentang batas wilayah laut (The United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) pada 1982. Kedua negara juga turut meratifikasi UNCLOS. Ratifikasi dari batas wilayah laut yang disetujui ini merupakan kelanjutan dari perjanjian batas wilayah laut yang sebelumnya telah disetujui oleh kedua negara sebelumnya pada 25 Mei 1973. Sementara perjanjian terbaru yang diratifikasi, mempertegas batas wilayah laut dari Pulau Nipa hingga Pulau Karimun Besar. Sedangkan pada sebelah barat, pihak keamanan dan petugas navigasi dari kedua negara dapat melaksanakan tugas mereka secara signifikan tanpa ada gangguan di wilayah Selat Singapura. 
Perjanjian ini akan menentukan dasar hukum bagi petugas berwenang kedua negara dalam menjaga keamanan, keselamatan navigasi, penegakan hukum dan pengamanan atas zona maritim berdasarkan hukum yang berlaku. Indonesia dan Singapura masih harus menyelesaikan masalah perbatasan mereka di wilayah timur antara Batam dan Changi dan lokasi diantara Bintan serta South Ledge, Middle Rock dan Batu Puteh. Penyelesaian batas wilayah timur ini masih menunggu negosiasi antara Singapura dan Malaysia yang masih harus dilakukan usai Pengadilan Internasional memerintahkan Singapura dan Malaysia untuk melakukan perundingan pada 2008 lalu.

            Masalah yang sering terjadi :
Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.

3.      Indonesia-Filipina
Proses perundingan batas maritim RI – Filipina yang dilakukan sampai dengan tahun 2007 telah mencapai kemajuan yang signifikan dengan dihasilkannya kesepakatan atas garis batas diantara kedua Tim Teknis Perunding. Saat ini proses perundingan masih tertunda karena persoalan internal di pihak Filipina, yaitu dikeluarkannya Republic Act No. 9522 bulan Maret 2009, yang berisikan perubahan dari penetapan titik-titik dasar garis pangkal (baseline) negara kepulauan Filipina, yang sebelumnya ditetapkan dalam Republic Act No. 3046 tahun 1961 dan Republic Act No. 5446 tahun 1968. Pada kesempatan pertemuan bilateral tingkat kepala negara antara RI-Filipina yang diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 2011, Menteri Luar Negeri kedua negara telah menandatangani Joint Declaration between the Republic of Indonesia and the Republic of the Philippines concerning Maritime Boundary Delimitation, yang intinya:

- Mempercepat proses penyelesaikan penetapan batas  maritim RI-Filipina sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982; 
- Menginstruksikan Tim Teknis Bersama Penetapan Batas Maritim antara Republik Indonesia dan Republik Filipina untuk bertemu dalam waktu yang secepat mungkin
Masalah yang sering terjadi :
Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.
4.      Indonesia-Thailand
Batas Landas Kontinen telah diselesaikan. penetapan garis batas landas kontinen kedua negara terletak di Selat Malaka dan laut Andaman. Perjanjian ini ditandatangai tanggal 17 Desember 1971, dan berlaku mulai 7 April 1972. Sedangkan untuk batas ZEE masih dirundingkan. Pertemuan penjajagan awal telah dilaksanakan tanggal  25 Agustus 2010 di Bangkok. Thailand masih memerlukan konsultasi dengan parlemen untuk berunding. 

Masalah yang sering terjadi :
Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.
5.      Indonesia-Vietnam
Indonesia dan Viet Nam telah menyelesaikan perjanjian batas Landas Kontinen pada tahun 2003. Batas landas kontinen antara Indonesia – Vietnam ditarik dari pulau besar ke pulau besar (main land to main land). Dalam perjanjian tersebut Indonesia berhasil meyakinkan Vietnam untuk menggunakan dasar Konvensi Laut UNCLOS 1982. Dengan demikian prinsip Indonesia sebagai negara Kepulauan telah terakomodasi. Permasalahan batas maritim antara Indonesia dan Viet Nam yang masih harus dirundingkan adalah penetapan garis batas ZEE. Pertemuan pertama untuk membahas garis batas ZEE telah dilangsungkan pada bulan Mei 2010 di Hanoi dan telah dilanjutkan pada pertemuan terakhir bulan Juli 2011 di Hanoi. Kedua negara kini tengah menjajaki untuk mempelajari proposal garis batas ZEE masing-masing.

Masalah yang sering terjadi :
Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut.


6.      Indonesia-Australia
Perairan antara Indonesia dengan Australia meliputi wilayah  yang sangat luas, terbentang lebih kurang 2.100 mil laut dari selat Torres sampai perairan P.Chrismas. Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Australia yang telah ditentukan dan disepakati, menjadi sesuatu yang menarik untuk dipelajari perkembangannya, karena perjanjian tersebut dilaksanakan baik sebelum berlakunya UNCLOS ’82 (menggunakan Konvensi Genewa 1958) maupun sesudahnya. Perjanjian yang telah ditetapkan juga menarik karena adanya negara Timor Leste yang telah merdeka sehingga ada perjanjian (Timor Gap Treaty) yang menjadi batal dan batas-batas laut yang ada harus dirundingkan kembali secara trilateral antara RI – Timor Leste – Australia.

Secara Garis besar perjanjian batas maritim Indonesia – Australia dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :

·   Perjanjian  perbatasan pada tanggal 18 Mei 1971 mengenai Batas Landas Kontinen di wilayah perairan selatan Papua dan Laut Arafura.
·   Perjanjian perbatasan pada tanggal  9 Oktober 1972 mengenai Batas Landas Kontinen di wilayah Laut Timor dan Laut Arafura.
·   Perjanjian perbatasan maritim pada tanggal 14 Maret 1997 yang meliputi ZEE dan Batas Landas Kontinen Indonesia Australia dari perairan selatan P.Jawa termasuk perbatasan maritim di P.Ashmore dan P.Chrismas.
Pada tanggal 9 September 1989 telah disetujui pembagian Timor Gap yang dibagi menjadi 3 area (A,B dan C) dalam suatu Zone yang disebut ”Zone Of Cooperation”. Perjanjian Timor Gab ini berlaku efektif mulai tanggal 9 Februari 1991, perjanjian ini juga tidak membatalkan perjanjian yang sudah ada sebelumnya, namun dengan merdekanya Timor Leste maka perjanjian ini secara otomatis menjadi batal.

Masalah yang sering terjadi :
Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.


7.      Indonesia-India
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.

Masalah yang sering terjadi :
Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau  Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.

8.      Indonesia-Papua Nugini
Batas darat Indonesia dan Papua New Guinea didasarkan pada perjanjian Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas Indonesia dan Papua Nugini.Ditandatangani pada Tanggal 12 Februari 1973 di Jakarta. Pemerintah selanjutnya meratifikasi perjanjian tersebut dengan membentuk Undang-undang Nomor 6 tahun 1973. Namun sampai saat ini perjanjian bilateral tersebut belum menjadi landasan legal bagi survey dan demarkasi batas darat antara kedua negara. Sebagai bagian dari perjanjian bilateral 1973, telah didirikan 14 pilar MM di sepanjang perbatasan Indonesia dan Papua Nugini. Titik-titik tersebut ada di 141° Bujur Timur, mulai dari pilar MM1 sampai dengan MM10. Selanjutnya mulai dari pilar MM11 sampai dengan pilar MM14 berada pada meridian 141° 01’ 10". Pilar MM10 dan MM11 batas kedua negara mengikuti Thalweg dari sungai Fly. Selain ke 14 pilar MM, antara tahun 1983- 1991, sesuai amanat Pasal 9 Perjanjian 1973 antara Indonesia dengan Papua Nugini, telah didirikan 38 Pilar MM baru. Sehingga sampai saat ini telah berdiri 52 pilar MM di sepanjang garis perbatasan. Penambahan 38 pilar MM baru tersebut saat ini masih tertuang dalam Deklarasi Bersama (Joint declaration) yang ditandatangani oleh otoritas survey and mapping kedua pemerintahan.
Masalah yang sering terjadi :
Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.



9.      Indonesia-Timor Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.

Masalah yang sering terjadi :
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah,  bahasa Indonesia,  serta berinteraksi secara  sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia.  Persamaan  budaya dan ikatan   kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan,  dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional,  dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks.  Disamping itu,  keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan  perbatasan di kemudian hari.

10.  Indonesia-Republik Palau
Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan 1350.50” BT. Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan  ± 500 km2.
Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil laut. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi kepulauan.

Masalah yang sering terjadi :
Palau memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua negara agar terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.