Selasa, 27 November 2012

Pengembangan Usaha Koperasi


                Sejak awal kelahirannya Koperasi diharapkan menjadi soko guru perekonomian Indonesia. Pola pengorganisasian dan pengelolaannya yang melibatkan partisipasi setiap anggota dan pembagian hasil usaha yang cukup adil menjadikan koperasi sebagai harapan perngembangan perekonomian Indonesia. Dukungan dari pemerintah dan berbagai lembaga lainnya membuat koperasi dapat tumbuh subur di tanah air. Akan tetapi perkembangan koperasi tidak senantiasa semulus apa yang diharapkan dan dibayangkan. Banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam setiap perkembangannya, harapan menjadikan koperasi menjadi soko guru perekonomian Indonesia belum dapat diwujudkan. Meski banyak contoh Koperasi yang telah berhasil membuat sejahtera anggotanya tetapi masih banyak hal yang perlu dibenahi
            Koperasi menurut Undang-Undang perkoperasian No. 25 tahun 1992, adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan-kegiatan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Menurut pengertian Nominalis Koperasi didekatkan dengan upaya kelompok-kelompok individu yang bermaksud mewujudkan tujuan-tujuan umum yang konkritnya melalui kegiatan ekonomi dilaksanakan secara bersama-sama bagi pemanfaatan bersama, sehingga koperasi merupakan organisasi ekonomi yang otonom yang dimiliki oleh para anggota dan ditugaskan untuk menunjang para anggotanya sebagai rekanan/pelanggan dari perusahaan koperasi.
Dari sudut pandang kelengkapan unsur-unsur struktural, untuk disebut koperasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
§  Adanya kebutuhan bersama dari sekumpulan orang atau individu yang sekaligus merupakan dasar kebersamaan atau pengikat dari perkumpulan tersebut
§  Usaha bersama dari individu-individu untuk mencapai tujuan tersebut.
§  Perusahaan koperasi sebagai wahana untuk pemenuhan kebutuhan. Perusahaan koperasi tersebut didirikan secara permanen dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip koperasi.
§  Promosi khusus untuk anggota. Kebutuhan bersama ini merupakan unsur-unsur struktural utama yang harus sudah dapat dirumuskan secara tepat, dan terukur baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Tanpa perumusan yang jelas mengenai kebutuhan bersama tidak ada landasan untuk pendirian koperasi.
            Disamping pengertian kebutuhan bersama, unsur kumpulan individu-individu atau orang-orang sangat penting dalam koperasi, orang-orang ini akan menjadi pelaku-pelaku yang sangat menentukan perkembangan koperasi. Individu yang akan menjadi anggota koperasi mempunyai fungsi sebagai pemilik sekaligus pelanggan dan  harus melaksanakan kedua fungsi tersebut. Apabila tidak dapat melaksanakan fungsinya, koperasi tidak dapat berkembang. Fungsi anggota sebagai pemilik ialah mampu dalam penyertaan permodalan koperasi. Sebagai pelanggan mampu menggunakan jasa-jasa dari perusahaan koperasi. Fungsi ganda dari anggota disebut identity principle  merupakan ciri khas koperasi dan menbedakan dari badan usaha lainnya.
            Jika koperasi dikaitkan dengan upaya kelompok-kelompok individu yang bermaksud mewujudkan tujuan-tujuan umum atau sasaran-sasaran. Konkritnya melalui kegiatan-kegiatan ekonomis yang dilaksanakan secara bersama bagi pemanfaatan bersama. Koperasi dan perusahaan kapitalis pada dasarnya memiliki persamaan-persamaan antara lain:
1.      Koperasi maupun perusahaan kapitalis merupakan kegiatan usaha otonom, harus berhasil mempertahankan dirinya dalam persaingan pasar.
2.      Harus berhasil menciptakan efisiensi ekonomi.
3.      Harus dapat meningkatkan kemampuan dalam keuangannya.
            Organisasi koperasi sebagai suatu sistem merupakan salah satu sub sistem dalam perekonomian masyarakat. Organisasi koperasi hanyalah merupakan suatu unsur dari unsur-unsur yang lainnya yang ada dalam masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya dan saling berhubungan, saling tergantung dan saling mempengaruhi sehingga merupakan satu kesatuan yang komplek. Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, organisasi koperasi sebagai sistem terbuka tidak dapat terlepas dari pengaruh dan ketergantungan lingkungan, baik lingkungan luar seperti ekonomi pasar, sosial budaya, pemerintah, teknologi dan sebagainya maupun lingkungan dalam seperti kelompok koperasi, perusahaan koperasi, kepentingan anggota dan sebagainya.


            Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan koperasi dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha (bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha koperasi tersebut kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai lembaga sosial.
Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat di pertajam untuk beberapa hal berikut :
1.      Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi. Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya telah menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi pelaku utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya, GKBI yang telah menjadi terbesar untuk usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar untuk usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar kecamatan wilayah kerjanya masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia. Pada prakteknya, banyak koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya. Dominasi pengurus dalam melaksanakan kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT (Perseroaan Terbatas) merupakan indikasi kekurang-mampuan koperasi mengembangkan usaha dengan tetap mempertahankan prinsip koperasi. Jika tidak diantisipasi kondisi ini pada gilirannya akan mengaburkan tujuan pengembangan koperasi itu sendiri.
2.      Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.
            Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan bank. Sifat badan usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata banyak tidak berkesesuaian (compatible) dengan berbagai ketentuan bank. Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi dengan menjadikan individu (anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh : kredit KKPA). Hal yang sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan kontrak usaha dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan aspek hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha perorangan. Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan usaha selain undang-undang tentang koperasi sendiri. Hal ini terlihat misalnya dalam peraturan perundangan tentang perbankan, perpajakan, dan sebagainya.
3.      Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang.
            Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi oleh sebuah koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi mengenai teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan tersebut.
4.       Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.
            Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan sekitarnya tengah menghadapi kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya dimonopoli oleh pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus bersaing dengan pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku tersebut. Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang sama juga dihadapi oleh pengusaha kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan baku ‘inti-besi’-nya, atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang sering mempermainkan persyaratan presisi produk yang dihasilkan. Contoh-contoh diatas memberi gambaran bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk koperasi cukup besar, asalkan memang mampu mengakomodasi keinginan dan kebutuhan para pengusaha tersebut. Kasus serupa cukup banyak terjadi pada berbagai bidang usaha lain di berbagai tempat.


5.      Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.
            Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak ditujukan bagi koperasi sebagai satu perusahaan (badan usaha). Tantangan untuk membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder. Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, koperasi telah kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya adalah spesialisasi kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar koperasi. Mengenai hubungan koperasi primer dan sekunder di Indonesia, saat ini banyak yang bersifat artifisial karena antara primer dan sekunder sering mengembangkan bisnis yang tidak berkaitan bahkan tidak jarang justru saling bersaing.
6.      Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.
            Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial, tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.
7.      Peningkatan Citra Koperasi
            Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak, seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidak-jelasan, tidak profesional, Ketua Untung Dulu, justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya. Di media massa, berika negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan berarti. Citra koperasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun perkembangan koperasi itu sendiri. Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bahkan sebagai sesuatu yang ‘sudah seharusnya’ demikan. Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.
8.      Penyaluran Aspirasi Koperasi
            Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk dapat menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan keunggulan posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah. Asosiasi tersebut juga dapat dipergunakan untuk melakukan negosiasi usaha, wahana pengembangan kemampuan, bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan internasional. Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatif terbatas. Hubungan keorganisasian vertikal (primer-sekunder : unit-pusat-gabungan-induk koperasi) tampaknya belum dapat menampung berbagai keluhan atau keinginan anggota koperasi atau koperasi itu sendiri. Kelembagaan yang diadakan pemerintah untuk melayani koperasi juga acap kali tidak tepat sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi, karena sebagian aspirasi tersebut justru berhubungan dengan kepentingan pemerintah itu sendiri. Demikian pula dengan kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama kurang terdengar kiprahnya. Padahal dilihat dari jumlah dan kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya perlu diperhatikan berbagai kepentingannya. Dengan cara yang dapat dilakukan diatas Koperasi Indonesia diharapkan dapat menunjang mutu ekonomi dan sebagai sarana pembangunan ekonomi Indonesia.
Pengembangan koperasi yang dilakukan oleh pemerintah yaitu : pembangunan dan pengembangan usaha, pengembangan SDM, peran pemerintah, kerjasama internasional.
Koperasi mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional yaitu :
1.      Koperasi mampu menggerakan potensi masyarakat golongan ekonomi lemah.
2.      Koperasi lembaga ekonomi yang sangat diperlukan oleh bangsa indonesia.
3.      Koperasi berperan utama sebagai agen pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Keberhasilan koperasi diukur dengan satuan-satuan kuantitatif misalnya : jumlah koperasi, jumlah modal, SHU, KUD, dll. Koperasi sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan bisnis mengglobal mampu bersaing Sumber:
               http://tataaramadhani.blogspot.com/
               http://www.majalah-koperasi.com/
               http://eprints.undip.ac.id
               http://thimutz.blogspot.com/

Senin, 29 Oktober 2012

Tugas Koperasi minggu ke3


Pola Manajemen Koperasi 


1.Pengertian Manajemen

manajemen ada berbagai ragam, ada yang mengartikan dengan ketatalaksanaan, manajemen, manajemen pengurusan dan lain se- bagainya. Bila dilihat dari literatur-literatur yang ada, pengertian manajemen dapat dilihat dari tiga pengertian

2. Rapat anggota

Rapat anggota adalah wadah aspirasi anggota dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka segala kebijakan yang berlaku dalam koperasi harus melewati persetujuan rapat anggota terlebih dahulu, termasuk pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian personalia pengurus dan pengawas.
Rapat Anggota merupakan syarat bagi badan usaha yang bernama koperasi. Bukan bermaksud menggurui, tapi sekedar mengingatkan. Bagaimana pelaksanaan Rapat Anggota sesuai ketetapan UU Koperasi No 25/1992
.
3. Pengurus
Pasal 29 ayat 2 UU No. 25 Tahun 1992 menyebutkan Pengurus merupakan pemegang kuasa rapat Anggota.
Pasal 30 memerinci weweang dan tanggung jawab (tugas)

Tugas Pengurus: Mengelola Koperasi dan Usahanya, Mengajukan rencana kerja serta APB Koperasi, Menyelenggarakan Rapat Anggota, Mengajukan Laporan Keuangan dan Pertanggungjawaban tugas, Menyelengarakan pembukuan keuangan, Memelihara buku daftar anggota dan pengurus.
Wewenang Pengurus: Mewakili Koperasi di dalam maupun diluar pengadilan,Memutuskan penerimaan atau penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar, Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi.
Catt : Apabila Koperasi belum bisa mengangkat ‘Manajer’ maka perlu dibentuk Pengurus Harian yang dipilih dari pengurus lengkap / pleno yang bertanggung jawab khusus meleksanakan tugas operasional sekaligus wakil pengurus lengkap.Pengurus Harian terdiri dari : Ketua, Sekretaris, Bendahara. Pasal 32 ayat 1 UU No 25 Tahun 1992 disebutkan :
“Pengurus Koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. “

Pengelola ini disebut dengan ‘Manajer’. Rencana pengangkatan harus diajukan dan mendapat persetujuan Rapat Anggota dan pengangkatan harus disertai Dasar Hukum.
4. Pengawas


~ Pasal 38 dan Pasal 39 UU No 25 Tahun 1992
~ Pasal 38
Pengawas bertugas : Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi, Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasan.
Pengawas berwenang: Meneliti catatan yang ada pada koperasi, Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan,
Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.
5. Manajer

Peranan manajer adalah membuat rencana ke depan sesuai dengan ruang lingkup dan wewenangnya; mengelola sumberdaya secara efisien, memberikan perintah, bertindak sebagai pemimpin dan mampu melaksanakan kerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi (to get things done by working with and through people). Ropke J (1988)


6. Pendekatan Sistem pada Koperasi
Menurut Draheim koperasi mempunyai sifat ganda yaitu:
- organisasi dari orang-orang dengan unsure eksternal ekonomi dan sifat-sifat social (pendekatan sosiologi).
- perusahaan biasa yang harus dikelola sebagai layaknya perusahaan biasa dalam ekonomi pasar (pendekatan neo klasik).


tugas ekonomi koperasi minggu ke 2


PERBEDAAN USAHA KOPERASI DENGAN USAHA YANG LAINNYA

 
kegiatan usaha di Indonesia terdiri atas :

1. Perusahaan perorangan,

2. Persekutuan terdiri atas:

a. Persekutuan firma,

b. Persekutuan komanditer,

3. Perseroan terbatas

4. Perusahaan negara dan perusahaan daerah,

5. Koperasi.

Di antara bentuk badan usaha tersebut di atas terdapat perbedaan dalam banyak aspek. Di bawah ini disajikan perbedaan tersebut yang meliputi 8 dimensi.
Tabel 1. Perbedaan Masing-Masing Bentuk Badan Usaha dalam Berbagai Dimensi
DimensiPeroranganFirmaPTKoperasi
Pengguna jasaBukan pemilikUmumnya bukan pemilikUmumnya bukan pemilikAnggota/umum
Pemilik usahaIndividuSekutu usahaPemegang sahamAnggota
Yang punya hak suaraTidak perluPara sekutuPemegang saham biasaAnggota
Pelaksanaan votingTidak perluBiasanya menurut besarnya modal penyertaanMenurut besarnya saham yang dimiliki melalui RUPSSatu anggota satu suara dan tidak boleh diwakilkan
Penentuan kebijaksanaanOrang yang bersangkutanPara sekutuDireksiPengurus
Balas jasa terhadap modalTidak terbatasTidak terbatasTidak terbatasTerbatas
Penerima keuntunganOrang ybsPara sekutu secara proporsionalPemegang saham secara proporsionalAnggota sesuai jasa / partisipasi
Yang bertanggung jawab terhadap rugiPemilikPara sekutuPemegang saham sejumlah saham yang dimilikiAnggota sejumlah modal ekuitas
http://klinikukmkop.wordpress.com/2011/12/17/perbedaan-koperasi-dengan-badan-usaha-lain/

MELIHAT PASAR DI SEKELILING KITA ( TUGAS KOPRASI 2EA02)

 Peluang Usaha di Area Kampus 
 

                      Menurut saya peluang usaha yang paling menguntungkan di sekitar kampus , tentunya selain kost - kost an , tempat makan, warnet (warung internet) , dan pastinya pulsa . Mengapa, karna di era modern seperti ini sudah dipastikan setiap orang memiliki handphone, jangankan mahasiswa, kita bisa melihat disekeliling kita tukang sayur, tukang becak dan sebagainya pun sudah banyak yang memilikinya. Bahkan khususnya para remaja dewasa ini lebih panik tidak membawa handphone ketimbang buku pelajaran, lebih panik jika tidak membalas sms orang yang dirasa penting ketimbang tidak mengerjakaan pr. Dan hebatnya lagi ketika bangun tidur PASTI barang yang pertama dicari adalah Handphone. 

              Seiring berjalannya jaman, kecanggihan gadget pun semakin mutakhir. dan tentunya ini menimbulkan banyak sekali produsen yang mengeluarkan jenis jenis provider terbaru. Karna gadget gadget (khususnya handphone) tidak akan berguna jika mereka tidak diberi sebuah provider. Dari situ, maka sebagai seorang yang dengan mudahnya melihat peluang suatu bisnis , pastinya akan membuat kerjaan sampingan sebagai tukang pulsa, karna setiap orang tidak mungkin jika membeli pulsa harus ke kantor atau outlet provider tertentu. selain dirasa efektif dan cepat waktu , mereka juga tidak perlu ongkos untuk ke outlet suatu provider tersebut.

Selasa, 24 April 2012

Noun Clause

Look at the following sentences.

• He expected to get a prize.
• He expected that he would get a prize.

In the first sentence the group of words ‘to get a prize’ does not have a subject and a predicate.

This group of word does the work of a noun.

Whereas in the second sentence, the group of words ‘that he would get a prize’ has both a subject and a predicate.

Here this group of words does the work of a noun. This is a clause.

This clause is the object of the verb EXPECT and so does the work of a noun.

Since this group of words does the works of both a noun and a clause, it is called NOUN-CLAUSE.

Definition:

A Noun-Clause is a group of words which contains a Subject and a Predicate of its own and does the work of a noun.

Examples:

• I often wonder how you are getting on with him.

• He feared that he would fail.

• They replied that they would come to this town.

• Do you know who stole the watch?
I thought that it would be fine day.

• No one knows who he is.

• I did not know what he would do next.

How the budget got in is a mystery.

• Pay careful attention to what I am going to say.

• I do not understand how all it happened.

The Noun-Clauses can be replaced with suitable Nouns or with suitable Noun-Phrases.

• No one knows when he will come. (Noun-Clauses)
• No one knows the time of his coming. (Noun-Phrases)

I heard that he had succeeded. (Noun-Clauses)
• I heard of his success. (Noun-Phrases)

• We will never know why he failed. (Noun-Clauses)
• We will never know the reason for his failure. (Noun-Phrases)

The law will punish whosoever is guilty. (Noun-Clause)
• The law will punish the guilty. (Noun)

• The police want to know where he is living. (Noun-Clauses)
• The police want to know his residence. (Noun) http://www.english-for-students.com/Noun-Clause.html

Selasa, 06 Maret 2012

Tugas Ekonomi Pembangunan


Antara Stasiun & Jum’at Bersih

“Stasiun” mungkin  kata itu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Semua orang pasti mengetahui apa fungsi dari stasiun itu sendiri, untuk pemberentian kereta api ?? tentu itu adalah fungsi utama dari didirikannya stasiun tersebut. Tapi tahu kah anda bahwa terdapat fungsi lain dari stasiun itu sendiri?? Seiring waktu berjalan fungsi stasiun bukanlah hanya semata sebagai tempat pemberentian kereta api, tetapi saat ini stasiun mempunyai fungsi yang lebih terfokus pada soal mata pencaharian.
Fungsi utama stasiun kini lebih berfokus pada pencaharian nafkah, hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya jumlah pedagang baik asongan yang menjajakan dagangannya di dalam kereta dan pedagang yang berdiri atau menunggu penumpang turun dari kereta di pinggir peron -  peron yang sebenarnya diperuntukan untuk para penumpang kereta api saat mereka hendak turun atau naik dan banyaknya para pengamen serta pengemis.
Sangat sah ketika para pedangang menjajakan barang yang mereka jual kepada para penumpang, pengamen yang menghibur para penumpang dengan lagu - lagu merdu yang mereka bawakan. Pengemis yang meminta belas kasihan para penumpang. Semuanya sangat lah sah, tetapi yang menjadi perdebatan adalah ketika para pedagang dan pengamen serta pengemis mulai mengganggu kenyamanan para penumpang.
Maka kebijakan demi kebijakan telah dikeluarkan oleh pihak PT.KAI  sendiri, mulai dari kebijakan penataan dan penertiban pedagang, pengemis, dan pengamen yang berada di stasiun – stasiun. Serta yang terbaru kali ini adalah kebijakan tentang “Juma’at Bersih” yang diberlakukan setiap hari jum’at oleh semua stasiun, yaitu dimana pada setiap hari Jum’at , para pedagang, pengemis, dan pengamen dilarang berkeliaran di daerah stasiun dan berada di dalam gerbong gerbong kereta seperti biasanya.



Hal ini kembali ditegaskan oleh Direktur Utama PT. KAI, Ignasius Jonan, beliau menjelaskan bahwa penataan dan penertiban ini semata – mata demi kenyamanan pengguna jasa kereta api (KA) dan kereta api listrik (KRL). Tindakan yang dilakukan oleh manajemen PT.KAI ini jelas berlandaskan pada Perpres No. 83 Tahun 2011. Berisikan mengenai penugasan kepada PT. KAI untuk menyelenggarakan prasarana dan sarana kereta api. 
Tentunya dimana kebijakan itu dikeluarkan pastinya akan banyak menimbulkan pro dan kontra . banyak penumpang yang tidak keberatan akan adanya kebijakan ini , karna bagi mereka kenyamanan para penumpang harus di utamakan dalam kasus ini. Tetapi tak banyak juga para penumpang yang kurang setuju atas kebijakan baru ini. Pasalnya, mereka menilai selama ini para pengamen, pengemis dan pedangan sangat membantu mereka, ketika mereka membutuhkan sesuatu pedagang membawa semua yang mereka butuhkan. Pengamen dan pengemis pun dinilai tidak terlalu mengganggu. Selama mereka masih mencari nafkah dengan cara halal, para penumpang pun tidak ada yang merasa keberatan.
Tentulah kebijakan dikeluarkan hanya untuk menjaga kenyamanan para penumpang. Tapi ada baiknya juga ketika sebuah kebijakan dikeluarkan , harusnya dibarengi dengan adanya sarana yang mendukung untuk menunjang para pedagang tersebut. Ada baiknya para pedangang diberi tempat pengganti. Agar kebijakan baru yang dikeluarkan juga tidak mematikan perekonomian para pedagang. Jadi ada porsi adil disini,dimana para penumpang merasa nyaman, dan para pedagang,pengamen,pengemis pun tetap bisa mencari nafkah dengan halal.

Senin, 05 Maret 2012

Adverbial Clause

adverbial clause
An adverbial clause is a dependent clause that functions as an adverb. In other words, it contains a subject (explicit or implied) and a predicate, and it modifies a verb.
(Adverbial Clause adalah klausa tergantung yang berfungsi sebagai kata keterangan. Dengan kata lain, berisi subjek (eksplisit atau tersirat) dan predikat, dan memodifikasi kata kerja)
Example 1:
  • I saw Joe when I went to the store. (explicit subject I)
  • He sat quietly in order to appear polite. (implied subject he)
 Example 2 :
  • We left after the speeches ended. (adverbial clause)
  • We left after the end of the speeches. (adverbial prepositional phrase)
Contrast adverbial clauses with adverbial phrases, which do not contain a clause.
(Kontras adverbial klausa dengan frase adverbial, yang tidak mengandung klausa )
Example 3 :
  • I like to fly kites for fun.
Adverbial clauses modify verbs, adjectives or other adverbs
(Klausa adverbial memodifikasi kata kerja, kata sifat atau kata keterangan lainnya )
Example 4 :
  • Hardly had I reached the station when the train started to leave the platform.
The adverbial clause in this sentence is "when the train started to leave the platform" because it is a subordinate clause and because it has the trigger word (subordinate conjunction) "when".
(Klausa adverbial dalam kalimat ini adalah "ketika kereta mulai meninggalkan platform" karena merupakan klausa bawahan dan karena memiliki kata pemicu (bersama bawahan) "when".

Kinds of adverbial clauses ( Jenis Adverbial Clauses )
kind of clause
common conjunctions
function
example
time clauses
when, before, after, since, while, as, as long as, until,till, etc. (conjunctions that answer the question "when?"); hardly, scarcely, no sooner, etc.
These clauses are used to say when something happens by referring to a period of time or to another event.
Her goldfish died when she was young.
conditional clauses
if, unless, lest
These clauses are used to talk about a possible or counterfactual situation and its consequences.
If they lose weight during an illness, they soon regain it afterwards.
purpose clauses
in order to, so that, in order that
These clauses are used to indicate the purpose of an action.
They had to take some of his land so that they could extend the churchyard.
reason clauses
because, since, as, given
These clauses are used to indicate the reason for something.
I couldn't feel anger against him because I liked him too much.
result clauses
so...that
These clauses are used to indicate the result of something.
My suitcase had become so damaged on the journey home that the lid would not stay closed.
concessive clauses
although, though, while
These clauses are used to make two statements, one of which contrasts with the other or makes it seem surprising.
I used to read a lot although I don't get much time for books now.
place clauses
where, wherever, anywhere, everywhere, etc. (conjunctions that answer the question "where?")
These clauses are used to talk about the location or position of something.
He said he was happy where he was.
clauses of manner
as, like, the way
These clauses are used to talk about someone's behaviour or the way something is done.
I was never allowed to do things as I wanted to do them.

http://en.wikipedia.org/wiki/Adverbial_clause