Sejak awal kelahirannya Koperasi diharapkan
 menjadi soko guru perekonomian Indonesia. Pola pengorganisasian dan 
pengelolaannya yang melibatkan partisipasi setiap anggota dan pembagian 
hasil usaha yang cukup adil menjadikan koperasi sebagai harapan 
perngembangan perekonomian Indonesia. Dukungan dari pemerintah dan 
berbagai lembaga lainnya membuat koperasi dapat tumbuh subur di tanah 
air. Akan tetapi perkembangan koperasi tidak senantiasa semulus apa yang
 diharapkan dan dibayangkan. Banyak permasalahan dan kendala yang 
dihadapi dalam setiap perkembangannya, harapan menjadikan koperasi 
menjadi soko guru perekonomian Indonesia belum dapat diwujudkan. Meski 
banyak contoh Koperasi yang telah berhasil membuat sejahtera anggotanya 
tetapi masih banyak hal yang perlu dibenahi
            Koperasi menurut Undang-Undang
 perkoperasian No. 25 tahun 1992, adalah badan usaha yang beranggotakan 
orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan 
kegiatan-kegiatan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
 ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Menurut 
pengertian Nominalis Koperasi didekatkan dengan upaya kelompok-kelompok 
individu yang bermaksud mewujudkan tujuan-tujuan umum yang konkritnya 
melalui kegiatan ekonomi dilaksanakan secara bersama-sama bagi 
pemanfaatan bersama, sehingga koperasi merupakan organisasi ekonomi yang
 otonom yang dimiliki oleh para anggota dan ditugaskan untuk menunjang 
para anggotanya sebagai rekanan/pelanggan dari perusahaan koperasi.
Dari sudut pandang kelengkapan unsur-unsur struktural, untuk disebut koperasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
§  Adanya kebutuhan bersama dari sekumpulan orang atau individu yang sekaligus merupakan dasar kebersamaan atau pengikat dari perkumpulan tersebut
§  Usaha bersama dari individu-individu untuk mencapai tujuan tersebut.
§  Perusahaan
 koperasi sebagai wahana untuk pemenuhan kebutuhan. Perusahaan koperasi 
tersebut didirikan secara permanen dan dikelola berdasarkan 
prinsip-prinsip koperasi.
§  Promosi
 khusus untuk anggota. Kebutuhan bersama ini merupakan unsur-unsur 
struktural utama yang harus sudah dapat dirumuskan secara tepat, dan 
terukur baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Tanpa 
perumusan yang jelas mengenai kebutuhan bersama tidak ada landasan untuk
 pendirian koperasi.
            
Disamping pengertian kebutuhan bersama, unsur kumpulan individu-individu
 atau orang-orang sangat penting dalam koperasi, orang-orang ini akan 
menjadi pelaku-pelaku yang sangat menentukan perkembangan koperasi. 
Individu yang akan menjadi anggota koperasi mempunyai fungsi sebagai 
pemilik sekaligus pelanggan dan  harus melaksanakan kedua fungsi 
tersebut. Apabila tidak dapat melaksanakan fungsinya, koperasi tidak 
dapat berkembang. Fungsi anggota sebagai pemilik ialah mampu 
dalam penyertaan permodalan koperasi. Sebagai pelanggan mampu 
menggunakan jasa-jasa dari perusahaan koperasi. Fungsi ganda dari 
anggota disebut identity principle  merupakan ciri khas koperasi dan 
menbedakan dari badan usaha lainnya.
           
 Jika koperasi dikaitkan dengan upaya kelompok-kelompok individu yang 
bermaksud mewujudkan tujuan-tujuan umum atau sasaran-sasaran. Konkritnya
 melalui kegiatan-kegiatan ekonomis yang dilaksanakan secara bersama 
bagi pemanfaatan bersama. Koperasi dan perusahaan kapitalis pada 
dasarnya memiliki persamaan-persamaan antara lain:
1.      Koperasi
 maupun perusahaan kapitalis merupakan kegiatan usaha otonom, harus 
berhasil mempertahankan dirinya dalam persaingan pasar.
2.      Harus berhasil menciptakan efisiensi ekonomi.
3.      Harus dapat meningkatkan kemampuan dalam keuangannya.
           
 Organisasi koperasi sebagai suatu sistem merupakan salah satu sub 
sistem dalam perekonomian masyarakat. Organisasi koperasi hanyalah 
merupakan suatu unsur dari unsur-unsur yang lainnya yang ada dalam 
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya dan saling 
berhubungan, saling tergantung dan saling mempengaruhi sehingga 
merupakan satu kesatuan yang komplek. Dalam mempertahankan kelangsungan 
hidupnya, organisasi koperasi sebagai sistem terbuka tidak dapat terlepas dari pengaruh dan ketergantungan lingkungan,
 baik lingkungan luar seperti ekonomi pasar, sosial budaya, pemerintah, 
teknologi dan sebagainya maupun lingkungan dalam seperti kelompok 
koperasi, perusahaan koperasi, kepentingan anggota dan sebagainya.
           
 Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh peranan 
dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan koperasi dalam 
masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha 
(bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha koperasi tersebut kemudian menjadi
 penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai lembaga sosial.
 
Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat di pertajam untuk beberapa hal berikut : 
1.      Mengembangkan
 kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip 
koperasi. Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya telah 
menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi 
pelaku utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya, GKBI yang telah 
menjadi terbesar untuk usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar 
untuk usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar
 kecamatan wilayah kerjanya masing-masing. Pada koperasi-koperasi 
tersebut tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya 
dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia. 
Pada prakteknya, banyak koperasi yang setelah berkembang justru 
kehilangan jiwa koperasinya. Dominasi pengurus dalam melaksanakan 
kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT (Perseroaan Terbatas) 
merupakan indikasi kekurang-mampuan koperasi mengembangkan usaha dengan 
tetap mempertahankan prinsip koperasi. Jika tidak diantisipasi kondisi 
ini pada gilirannya akan mengaburkan tujuan pengembangan koperasi itu 
sendiri. 
2.      Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum. 
           
 Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan bank. Sifat 
badan usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata banyak tidak 
berkesesuaian (compatible) dengan berbagai ketentuan bank. Sehingga 
akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi dengan menjadikan individu (anggota 
atau pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh : kredit KKPA). Hal
 yang sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan kontrak usaha 
dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan aspek 
hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha perorangan. 
Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi dalam
 berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan usaha 
selain undang-undang tentang koperasi sendiri. Hal ini terlihat misalnya
 dalam peraturan perundangan tentang perbankan, perpajakan, dan 
sebagainya.
3.      Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang. 
Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi oleh sebuah koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi mengenai teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan tersebut.
Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi oleh sebuah koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi mengenai teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan tersebut.
4.       Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi. 
           
 Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan sekitarnya tengah
 menghadapi kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya dimonopoli 
oleh pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus bersaing 
dengan pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku tersebut. 
Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang sudah 
ditentukan oleh pemerintah. Hal yang sama juga dihadapi oleh pengusaha 
kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan baku ‘inti-besi’-nya, 
atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang sering mempermainkan
 persyaratan presisi produk yang dihasilkan. Contoh-contoh diatas 
memberi gambaran bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk koperasi 
cukup besar, asalkan memang mampu mengakomodasi keinginan dan kebutuhan 
para pengusaha tersebut. Kasus serupa cukup banyak terjadi pada berbagai
 bidang usaha lain di berbagai tempat. 
5.      Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi. 
           
 Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak ditujukan 
bagi koperasi sebagai satu perusahaan (badan usaha). Tantangan untuk 
membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya 
dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan 
usaha antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan 
diantara banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat 
dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan 
keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, 
potensial untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer 
dan sekunder. Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, 
koperasi telah kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya 
adalah spesialisasi kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar 
koperasi. Mengenai hubungan koperasi primer dan sekunder di Indonesia, 
saat ini banyak yang bersifat artifisial karena antara primer dan 
sekunder sering mengembangkan bisnis yang tidak berkaitan bahkan tidak 
jarang justru saling bersaing.
6.      Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya. 
           
 Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen; 
umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah 
untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial, tidak
 kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam 
suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan
 dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan. 
7.      Peningkatan Citra Koperasi 
           
 Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra 
koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau 
sudah tidak, seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki kesan 
yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Koperasi banyak 
diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidak-jelasan,
 tidak profesional, Ketua Untung Dulu, justru mempersulit kegiatan usaha
 anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan 
pemerintah, dan sebagainya. Di media massa, berika negatif tentang 
koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 
1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang 
bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi koperasi diberbagai 
daerah cukup banyak dan berarti. Citra koperasi tersebut pada gilirannya
 akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun 
perkembangan koperasi itu sendiri. Bahkan citra koperasi yang kurang 
‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di
 koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam 
hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang
 wajar bahkan sebagai sesuatu yang ‘sudah seharusnya’ demikan. 
Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah 
satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.
8.      Penyaluran Aspirasi Koperasi 
           
 Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk dapat 
menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus 
sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan 
keunggulan posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah. Asosiasi 
tersebut juga dapat dipergunakan untuk melakukan negosiasi usaha, wahana
 pengembangan kemampuan, bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan 
internasional. Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi 
wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatif terbatas. Hubungan 
keorganisasian vertikal (primer-sekunder : unit-pusat-gabungan-induk 
koperasi) tampaknya belum dapat menampung berbagai keluhan atau 
keinginan anggota koperasi atau koperasi itu sendiri. Kelembagaan yang 
diadakan pemerintah untuk melayani koperasi juga acap kali tidak tepat 
sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi, karena sebagian aspirasi 
tersebut justru berhubungan dengan kepentingan pemerintah itu sendiri. 
Demikian pula dengan kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama 
kurang terdengar kiprahnya. Padahal dilihat dari jumlah dan kekuatan 
(ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya 
perlu diperhatikan berbagai kepentingannya. Dengan cara yang dapat 
dilakukan diatas Koperasi Indonesia diharapkan dapat menunjang mutu 
ekonomi dan sebagai sarana pembangunan ekonomi Indonesia.
Pengembangan
 koperasi yang dilakukan oleh pemerintah yaitu : pembangunan dan 
pengembangan usaha, pengembangan SDM, peran pemerintah, kerjasama 
internasional. 
Koperasi mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional yaitu :
1.      Koperasi mampu menggerakan potensi masyarakat golongan ekonomi lemah.
2.      Koperasi lembaga ekonomi yang sangat diperlukan oleh bangsa indonesia.
3.      Koperasi berperan utama sebagai agen pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Keberhasilan
 koperasi diukur dengan satuan-satuan kuantitatif misalnya : jumlah 
koperasi, jumlah modal, SHU, KUD, dll. Koperasi sangat dipengaruhi oleh 
perubahan lingkungan bisnis mengglobal mampu bersaing Sumber:
Sumber : http://www.kabarindonesia.com/